Wednesday, March 13, 2013

AKAD MU’ASIRROH ( SUKUK )

AKAD MU’ASIRROH ( SUKUK )

I. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi syariah yang semakin pesat di Indonesia menuntut adanya instrumen-instrumen syariah yang mendukung perkembangan tersebut. Instrumen-instrumen itu dikembangkan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah seperti bank-bank dan lembaga pasar modal berbasis syariah. Meningkatnya jumlah dan variasi instrumen syariah memberikan alternatif investasi yang lebih luas kepada investor sehingga mendorong pertumbuhan investasi syariah di Indonesia. Untuk lebih meningkatkan pertumbuhan investasi syariah, investor yang menginvestasikan dananya pada instrumen pasar modal berbasis syariah perlu mendapatkan perlindungan dari regulator. Untuk itu regulator pasar modal perlu menciptakan pasar yang wajar, teratur dan efisien. Sebagai salah satu upaya untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan adanya peraturan dan ketentuan pendukungnya seperti standar akuntansi dan fatwa produk investasi syariah. Kebutuhan terhadap ketentuan mengenai perlakuan akuntansi atas produk-produk syariah di pasar modal menjadi fokus perhatian yang serius dari Bapepam-LK sebagai regulator. ketentuan di bidang akuntansi diperlukan untuk menjamin kualitas keterbukaan/transparansi, fairness dan perlindungan investor.[1]

II. PERMASALAHAN
1. Pengertian sukuk
2. Perbedaan obligasi dengan obligasi syari’ah (sukuk)
3. Macam-macam sukuk
4. Struktur penerbitan sukuk

III. PEMBAHASAN
1. Pengertian sukuk
Kata sukuk berasal dari bahasa arab “shukuk”, merupakan bentuk jamak dari kata “shakk” yang dalam istilah ekonomi berarti legal instrument,deed,or check. Menurut DSN-MUI Nomor 32/DN-MUI/IX/2002, DSN, obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. pada substansinya,obligasi merupakan surat hutang yang didefinisikan dalam ekonomi konvensional.
Istilah obligasi syari’ah yang digunakan dalam fatwa DSN sebenarnya lebih mengikuti opini dipasar modal konvensional.tetapi, obligasi syari’ah dan obligasi konvensional sangat berbeda. System pengembalian pada obligasi syari’ah adalah bagi hasil,margin dan fee sedangkan pada obligasi konvensional system pengembaliannya adalah sistem bunga.[2]
Landasan dasar obligasi syari’ah adalah :
Firman Allah SWT:
Al – Baqarah ayat 275
yang artinya : “…..dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba….”
Al – muzzamil ayat 20
yang artinya :“ … dan sebagian mereka berjalan dimuka bumi mencari karunia Allah…”[3]

2. Perbedaan obligasi dengan obligasi syari’ah (sukuk)
Secara prinsipil perbedaan antara obligasi syari’ah dan obligasi konvensional seperti halnya bisnis syari’ah lainnya, dimana prinsip-prinsip syari’ah menjadi acuan dasar yang diikuti. Diantaranya perbedaan tersebut dapat diketahui :
  • Dari sisi orientasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungan semata. Tidak demikian bagi obligasi syari’ah, disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syari’ah harus memperhatikan pula sisi haram-halalnya , artinya disetiap investasi yang ditanamkan dalam obligasi harus pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
  • Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi syari’ah keuntungan akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan system bagi hasil yang didasarkan atas asset dan produksi.
  • Obligasi syari’ah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudhrabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna, dan ijaroh. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan kepasar uang dan atau spekulasi dilantai bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.


3. Jenis – jenis sukuk
Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan indorsement dari accounting and auditing organization for Islamic financial institutions (AAOIFI) antara lain :
  • Sukuk ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri.
  • Sukuk mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
  • Sukuk musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal yang digunakan untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. keuntungan maupun kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masimg-masing pihak.
  • Sukuk Istishna, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu barang/proyek. adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.[4]


4. Struktur penerbitan sukuk
Proses untuk membuat pola hubungan antara pihak yang terkait dan model aliran serta akad yang digunakan dalam akad sukuk dinamakan proses strukturisasi sukuk.[5] Berikut ini akan saya contoh kan skema penerbitan Obligasi Syariah Mudharabah Indosat 2002.
PT Indosat Tbk menerbitkan obligasi syariah pada tanggal 6 November 2002 sebesar Rp 175 miliar dengan tujuan untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk mengganti sebagian dana internal yang telah digunakan untuk pengembangan bidang usaha seluler Indosat melalui akuisisi anak perusahaan (Satelindo). Obligasi syariah yang diterbitkan menggunakan prinsip mudharabah dimana pada prospectus sudah dicantumkan besarnya nisbah antara investor (shahib almaal) dengan Indosat (mudharib) serta ketentuan lainnya seperti maturity (5 tahun), jadwal dan tata cara pembayaran bagi hasil, dan sebagainya.
Investor membeli obligasi syariah yang diterbitkan PT Indosat Tbk. Pembayaran atas pembelian obligasi syariah oleh investor adalah merupakan modal investor (shahib al-maal) dalam akad mudharabah untuk pengembangan kegiatan usaha Emiten.
PT Indosat Tbk. dalam akad mudharabah ini berperan sebagai pengelola usaha (mudharib) menggunakan modal investor yang terkumpul untuk membiayai usahanya, yaitu mengganti sebagian dana internal PT Indosat Tbk. yang telah digunakan untuk pengembangan bidang usaha seluler melalui akuisisi anak perusahaan (Satelindo) yang sudah dilakukan.
Pola bagi hasil yang disepakati adalah perkalian nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan yang dibagi hasilkan. Dasar perhitungan pendapatan yang dibagi hasilkan dibuat dengan merujuk kepada pendapatan PT Satelit Palapa Indonesia dari pengoperasian satelit dan pendapatan PT Indosat Mega Media dari internet, sebagai anak-anak perusahaan PT Indosat Tbk. Pendapatan yang dibagi hasilkan tersebut berasal dari pendapatan PT Indosat Tbk., bukan pendapatan langsung PT Satelit Palapa Indonesia dan PT Indosat Mega Media. Sesuai dengan pola bagi hasil yang disepakati, dilakukan distribusi bagi hasil antara investor (shahib al-maal) dan PT Indosat Tbk. (mudharib) sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal. Distribusi bagi hasil ini dapat dilakukan secara periodik, yaitu 3 (tiga) bulan.
Pada saat jatuh tempo (maturity), yaitu pada tanggal 6 November 2007, Indosat mengembalikan modal kepada investor sebesar Rp 175 miliar.

IV. KESIMPULAN
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Jenis-jenis sukuk ,antara lain sukuk ijaroh,mudharabah,musyarokah,istikna dll. Akan tetapi yang paling sering dipakai di Indonesia adalah sukuk ijarah dan mudharabah.

V. PENUTUP
Demikianlah penyusunan makalah dari kami. Untuk kesempurnaan makalah yang lebih baik, kami mengharap kritik dan saran yang kontruktif dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. amien.

DAFTAR PUSTAKA
  • http//www.study standar akuntasi syari’ah .com
  • Muhammad nafik HR.Bursa efek dan infestasi syari’ah,PT. serambi ilmu semesta,jakarta.
  • M.nadratuzzaman Hosen dkk.materi dakwah ekonomi syari’ah,PKES(pusat komunikasi ekonomi syariah),jakarta.
  • http://www.dmo.or.id (surat berharga syari’ah negara ritel)
[1] http//www.study standar akuntasi syari’ah .com
[2] Muhammad nafik HR.Bursa efek dan infestasi syari’ah,PT. serambi ilmu semesta.jakarta.
[3] M.nadratuzzaman Hosen dkk.materi dakwah ekonomi syari’ah,PKES(pusat komunikasi ekonomi syariah),jakarta.
[4] http://www.dmo.or.id (surat berharga syari’ah negara ritel)
[5] Ibid. bursa efek dan investasi syari’ah, hal.282

By : Fika Triwulandari

0 comments:

Post a Comment

Warning !! Silahkan Copy paste asal tetap mencantumkan URL/Link Blog sebagai sumbernya. Powered by Blogger.