Wednesday, March 13, 2013

UPAYA-UPAYA HUKUM

UPAYA-UPAYA HUKUM

A. Perlawanan (Verzet)
Menurut pasal 214 ayat (2) KUHAP, dalam hal memutus diluar hadirnya terdakwa (verstek), maka surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana. Adapun bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.
Dan menurut pasal 214 ayat (4) KUHAP, dalam hal putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan ( penjara atau kurungan ), maka terdakwa dapat mengajukan perlawanan (verzet). Perlawanan ini harus diajukan dalam waktu tujuh hari sesudah putusan itu diberitahukan secara sah kepada terdakwa dan perlawanan tersebut diajukan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan verstek itu.
Dengan adanya verzet itu, maka menurut pasal 214 ayat (4) KUHAP, dalam hal putusan versteknya menjadi gugur. Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang adanya verzet ( perlawanan ) itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksanya kembali perkara itu. Dan apabila putusan yang dijatuhkan hakim setelah diajukan perlawanan tersebut tetap berupa pidana perampasan kemerdekaan, maka terdakwa dapat mengajukan banding (pasal 214 ayat (8). Namun, jika pidana yang dijatuhkan hakim berubah menjadi pidana denda setelah diajukan verzet tersebut. Maka hal itu merupakan peradilan tingkat pertama dan terakhir. Jadi terdakwa tidak dapat mengajukan banding, tetapi terdakwa dapat langsung mengajukan kasasi. Sebagai dasar hukumnya pasal 244 KUHAP yang menyatakan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemerikasaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

B. Banding (Revisie)
Didalam pasal 87 KUHAP dinyatakan bahwa Pengadilan Tinggi berwenang mengadili perkara yang di putus oleh Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.Acara pemeriksaan banding didalam KUHP diatur dalam pasal 233 sampai dengan pasal 243.
Sebelum berlakunya KUHAP acara banding ini diatur dalam pasal 7 sampai dengan pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951, yang terhadap putusan bebas ( vrijsraak ) tidak dapat dimintakan banding, begitu juga putusan dalam perkara ringan ( rol ).
Dalam pada itu, hak terdakwa atau penuntut umum untuk mohon pemeriksaan banding ini dasar-dasarnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, yang menyatakan bahwa atas semua putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak merupakan pembebasan dari tuduhan, dapat dimintakan banding oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
Pemeriksaan tingkat banding ini pada dasarnya adalah pemeriksaan ulangan dari pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri, sehingga pengadilan tinggi kadang-kadang disebut pengadilan ulangan. Dalam pemeriksaan tingkat banding tersebut Pengadilan Tinggi memeriksa kembali semua fakta-fakta yang ada, sehingga sama halnya dengan Pengadilan Negeri maka pengadilan tinggi disebut sebagai judex factie.
Pasal 67 KUHAP menyatakan bahwa terdakwa atau atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Walaupun dalam penjelasan pasal demi pasal dari KUHAP dinyatakan sebagai “cukup jelas”, akan tetapi dalam prakteknya masih memungkinkan timbul persoalan mengenai pengertian kalimat “yang menyangkut masalah kurang tepatnyapenerapan hukum” tersebut. Di dalam praktek bisa saja terjadi, bahwa hakim telah salah dalam menerapkan hukum, misalnya hakim telah menyatakan perbuatan yang di dakwakan terhadap terdakwa itu telah terbukti, tetapi ia menilai bahwa perbuatan itu bukan tindak pidana (karena bukan kejahatan ataupun pelanggaran), padahal perbuatan yang telah di nyatakan terbuktu itu sesungguhnya merupakan tindak pidana. Putusan hakim tersebut jelas merupakan kesalahan/kekeliruan/kurang tepatnya penerapan hukum, yang menurut pasal 67 KUHAP justru tidak dapat dimintakan banding.
Dengan demikian kesimpulannya menjadi, jika hakim tidak keliru dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusannya bisa dimintakan banding, sebaliknya jika hakim keliru/kurang tepat dalam penerapan hukumnya dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, justru malahan tidak dapat dimintakan banding.

Ø Pencabutan permohonan pemeriksaan banding
Selama perkara belum diputus dalam tingkat banding, pemohon sewaktu-waktu dapat mencabut permohonan bandingnya. Permohonan banding yang sudah dicabut tidak dapat diajukan lagi (pasal 235 ayat 1). Selanjutnya dalam ayat (2) nya diatur bahwa perkara yang sudah diperiksa oleh Pengadilan Tinggi akan tetapi belum diputus, pemohon dapat mencabut permohonan bandingnya, maka sebagai akibatnya pemohon dibebani membayar biaya perkara sebanyak yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi sampai saat pencabutannya.

Ø Pengiriman permohonan pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi
Permohonan pemeriksaan banding ini selambat-lambatnya dalam waktu14 hari sejak diajukannya harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi oleh Panitera (pasal 236 ayat 1). Yang dikirim adalah :
1. Salinan putusan Pengadilan Negeri
2. Berkas Perkara
3. Surat-surat Bukti
Batasan waktu yang ketat ini (14 hari) sehubungan dengan sifat KUHAP yang sangat memperhatikan hak azasi terdakwa. Disamping itu juga untuk menghindari jangan sampai perkara banding bertumpuk di Pengadilan Negeri.
Pasal 236 ayat (2) ditentukan hak terdakwa untuk mempelajari bekas perkara di Pengadilan Negeri (inzage). Waktu untuk mempelajari berkas perkara ini adalah selama tujuh hari sebelum dikirimkan ke Pengadilan Tinggi. Dalam ayat (3) nya ditentukan apabila pemohon banding akan mempelajari berkas perkara tersebut di Pengadilan Tinggi, maka wajib mengajukan permohonannya secara tertulis. Dan kepada pemohon diberi kesempatan untuk mempelajari secepatnya tujuh hari setelah perkara diterima oleh Pengadilan Tinggi. Sewaktu-waktu pemohon banding dapat meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah berada di Pengadilan Tinggi.

Ø Pemeriksaan dalam tingkat banding
Pemeriksaan dalam tingkat banding diajukan oleh suatu majelis hakim yang sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang hakim. Pemeriksaan didasarkan atas :
1. Berkas perkara yang terdiri dari berita acara pemeriksaan penyidik dan berita acara pemeriksa sidang.
2. Surat-surat yang timbul disidang yang berhubungan dengan perkara tersebut. 
3. Putusan Pengadilan Negeri.
Apabila terdakwa berada dalam tahanan, wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Pengadilan Tinggi, sejak diajukan permohonan pemeriksaan banding (pasal 238 ayat 2). Apabila waktu penahanan sama dengan pidana yang dijatuhkan, maka terdakwa dibebaskan seketika itu juga. Jadi apabila terdakwa mengajukan permohonan pemeriksaan banding ia dapat menunggu proses banding diluar tahanan.

Ø Putusan pengadilan tinggi
Apabila pemeriksaan dalam tingkat banding telah dianggap selesai, maka pengadilan tinggi akan memutus yang akan berupa :
  1. Mengutamakan putusan Pengadilan Negeri
  2. Mengubah putusan Pengadilan Negeri
  3. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri, dalam hal membatalkan ini Pengadilan Tinggi mengadakan putusan sendiri.

Dalam hal putusan Pengadilan Negeri dibatalkan dengan alasan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili maka berlaku ketentuan pasal 148 (pasal 241 ayat 1 dan ayat 2).
Apabila selama pemeriksaan banding terdakwa berada dalam tahanan, maka dalam putusan bandingnya Pengadilan Tinggi harus menyebutkan terdakwa tetap berada dalam tahanan atau di bebaskan (pasal 242). Setelah putusan dijatuhkan dalam waktu 7 hari salinan dari putusan dikirim kepada Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya (pasal 243 ayat 1). Panitera setelah menerima putusan Pengadilan Tinggi tersebut segara memberitahu terdakwa dan penuntut umum, serta isi putusan tersebut dicatat dalam register. Apabila terdakwa bertempat tinggal diluar kota, pemberitahuan tentang putusan ini disampaikan dengan bantuan panitera Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal. Apabila terdakwa tidak diketahui tempat tinggal atau berada diluar negeri maka pemberitahuan ini dilakukan melalui kepala desanya. Bagi terdakwa yang berada diluar negeri disampaikan melalui perwakilan RI dimana terdakwa berdiam. Dan apabila masih belum berhasil terdakwa dipanggil dua kali secara berturur-turut melalui 2 buah surat kabar yang terbit didalam daerah hukum Pengadilan Negeri atau daerah yang terdekat (Pasal 243 ayat 5).

C. Kasasi
Perkataan kasasi yanssg di negara kelahirannya Prancis disebut “cassation” berasal dari kata-kata “casser” yang berarti membatalkan atau memecahkan. Lembaga kasasi telah dikenal Prancis sejak abad ke-16 dan diciptakan pada zaman itu sebagai benteng raja. Pengertian kasasi itu kemudian diambil alih dalam perundang-undangan revolusioner di Prancis. Lembaga kasasi model Prancis ini, yang menjamin dominasi hukum tertulis dengan jalan menguji sahnya putusan hakim oleh Mahkamah kasasi di Perancis atas dasar undang-undang, diambil alih oleh banyak negara lain di Eropa Barat yang sistemnya adalah kodifikasi.

Ø Alasan-alasan Kasasi
Alasan-alasan kasasi yaitu alasan-alasan yang dapat dipakai dasar untuk memeriksa perkara dalam tingkat kasasi disebut dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan guna menentukan :
a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan tidak sebagaimana mestinya,
b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
c. Apakah benar peradilan telah melampaui batas wewenangnya.
Dalam hubungan dengan ini, Prof. Oemar Senoadji menyatakan bahwa dasar-dasar pokok untuk mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung adalah pertama salah penerapan hukum (schending van hetrecht) dan salah dalam acara (vormerzuim) serta disebut dalam pasal 253 KUHAP sebagai dasar untuk kasasi.

D. Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Fungsi pokok lembaga kasasi ialah membina kesatuan dan kepastian hukum. Hal ini nampak jelas karena struktur kasasi yang tidak memungkinkan untuk memeriksakan kembali duduk perkaranya atau fakta-faktanya. Maka dari itu maksud diadakan lembaga kasasi ialah memanfaatkan kepentingan khusus para pencari keadilan bagi kepentingan umum yaitu kesatua dalam menyelenggarakan peradilan.
Kasasi demi kepentingan hukum ini merupakan monopoli dari Jaksa Agung. Hal ini adalah wajar, karena Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi di indonesia yang ruang lingkup daerah hukumnya meliputi seluruh tanah air, sama dengan wilayah hukum wewenang Mahkamah Agung. Kewenangan ini ditunjukkan agar undang-undang dilaksanakan menurut makna dan arti yang sesungguhnya dan tujuan yang terkandung dalam peraturan.

E. Peninjauan Kembali (Herzeining)
Sama halnya dengan lembaga kasasi yang berasal dari sistem hukum Perancis, maka peninjauan kembali yang nmanya “revision” di negara asalnya ini dimasukkan dalam hukum acara pidana Belanda dengan nama “herzeining”, yang kemudian di Indonesia herzeining ini diatur dalam Reglement op de Strafvordering (Staatsblad tahun 1874 No. 40), yang berlaku bagi orang eropa dan hal yang demikian itu terdapat dalam Iniands Reglement (Staatsblad tahun 1874 No. 16) yang berlaku bagi orang Indonesia (Bumiputra) dan Timur Asing.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia , lembaga peninjauan kembali tersebut pertama kali mendapat dasar hukum sebagaimana diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Pokok Kekuasan Kehakiman yang lama (Undang-Undang No. 19 Tahun 1964). Selanjutnya di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 tersebut, lembaga peninjauan kembali mendapat penegasan lagi seperti dinyatakan dalam pasal 31 dan paasal 32. Kedua pasal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung diberi wewenang dan tugas untuk memeriksa permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

F. Alasan-alasan Peninjauan Kembali
Menurut pasal 263 (1) KUHAP, yang berhak mengajukan peninjauan kembali (P.K) adalah terpidana atau ahli warisnya, sehingga putusan yang dapat dimintakan peninjauan kembali ialah putusan pemidanannya saja yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Didalam paal tersebut juga secara tegas dinyatakan bahwa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak dapat dimintakan peninjauan kembali.
Peninjauan kembali ini adalah merupakan upaya hukum luar biasa (buiten gewone rechtsmiddel), dalam arti hanya dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrachtvan gewijsde).
Ada beberapa persamaan dan perbedaan apabila kita bandingkan dengan alasan-alasan peninjauan kembali sebagai berikut :
Persamaannya adalah bahwa keempat peraturan tentang peninjauan kembali tersebut menentukan tiga alasan untuk peninjauan kembali, hanya urutannya yang berbeda. Ketiga alasan tersebut adalah :
1. Keadaan baru yang tidak diketahui waktu sidang masih berlangsung (novum)
2. Pertentangan dalam putusan (conflict van rechtspraak)
3. Pertanyaan terbuktinya perbuatan yang didakwakan tanpa diikuti dengan pemidanaan.
Sedangkan perbedaannya adalah bahwa baik KUHAP maupun Perma No. 1 tahun 1969 masih mengenal satu alasan lagi yaitu berupa kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata. Sedangkan alasan peninjauan kembali yang demikian ini tidak terdapat, baik pada Perma No. 1 tahun 1980 maupun dalam Sv.
Dalam penjelasan umum atas undang-undang No. 13 tahun 1965 juga di nyatakan bahwa herzeining atau peninjauan kembali hamyaa dapat di minta apabila terdapat novum atau keadaan baru. Alasan peninjauan kembali semacam ini dapat kita ketemukan pula dalam penjelasan umum atas undang-undang kekuasaan kehakiman (UU No. 14 tahun 1970), yang menyatakan :
“Peninjauan kembali ini dilakukan kembali apabila terdapat fakta-fakta atau keadaan-keadaan yang pada waktu mengadili dahulu tidak diketahui”.

Ø Proses perkara dan Jalannya Pemeriksaan
Permintaan peninjauan kembali diajukan oleh terpidana atau ahliwarisnya kepada panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya (Pasal 264 ayat 1 KUHAP).
Pemohon peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, maka panitera pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali tersebut wajib menanyakan apa alasannya mengajukan permintaan peninjauan kembali dan untuk itu panitera membuat surat peninjauan kembali (Pasal 264 ayat 4 KUHAP).
Syarat-syarat untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali telah terpenuhi atau tidak, yaitu :
  1. Apakah putusan yang terhadapnya diajukan permintaan peninjauan kembali telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan putusan tersebut berupa pemidanaan.
  2. Apakah pemohon terpidana atau jika terpidana telah meninggal dunia apakah pemohon ahli warisnya.
  3. Apakah alasan-alasan permintaan peninjauan kembali tersebut telah sesuai dengan syarat-ayarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 dan 3 KUHAP.

Apabila semua persyaratan itu telah dipenuhi berarti bahwa permintaan peninjauan kembali secara formil dapat diterima dan kemudian barulah hakim memeriksa pokok perkaranya sebagaimana diajukan oleh pemohon.
Perkara yang dimintakan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan banding, maka tembusan surat pengantar tersebut dilampiri tembusan berarti acara pemeriksaan, berarti acara pendapat juga disampaikan pada pengadilan banding yang bersangkutan.

Ø Pemeriksaan dan Putusan Mahkamah Agung
Dalam memeriksa permintaan peninjauan kembali ini, pertama-tama diadakan pemeriksaan dari persyaratan formalnya terlebih dahulu, yaitu : apakah pemohon tersebut terpidana atau ahli warisnya, apakah putusan tersebut merupakan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, yang bukan berupa putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, apakah alasan-alasan yang dijadikan dasar permintaan peninjauan kembali tersebut berupa alasan-alasan yang secara limitatif disebut dalam pasal 263 ayat 2 KUHAP.
Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, maka berlaku ketentuan seperti tersebut dalam Pasal 266 ayat (2) KUHAP sebagai berikut :
  1. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon. Misalnya karena alasannya tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang menunjang alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali tersebut. Maka dalam putusanya Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali itu. Dalam hal demikian, maka tetap berlaku putusan yang dimintakan peninjauan kembali, hal mana ditetapkan oleh Mahkamah Agung disertai pertimbangannya (Pasal 266 ayat 2 sub a).
  2. Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membetalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:

1. Putusan bebas
2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
3. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
4. Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan (Pasal 266 ayat 2 sub b).
Salinan putusan Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali tersebut berserta berkas perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali (Pasal 267 ayat 1).

G. Kesimpulan
Pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa didalam pasal 1 butir 12 KUHAP dinyatakan bahwa upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal dan menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Adapun maksud dari upaya hukum ini adalah :
a. Untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh instansi yang sebelumnya. 
b. Untuk kesatuan dalam peradilan.

Upaya-upaya hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa terdiri dari :
a. perlawanan (verzet)
b. banding (revisie)
c. kasasi

sedangkan upaya hukum luar biasa terdiri dari :
a. kasasi demi kepentingan hukum
b. peninjauan kembali.

By : Fika Triwulandari

1 comments:

judi Bola Online said...

woowww bener banget tuh gan,,, boleh nih gan ane tiru ya gan upaya upaya yang adan lakukan gan hehehehe

Post a Comment

Warning !! Silahkan Copy paste asal tetap mencantumkan URL/Link Blog sebagai sumbernya. Powered by Blogger.