PRIVATISASI BUMN DAN
ALTERNATIF LAIN PENYELAMAT BANGSA
I. PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar lokasi BUMN.
Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang dihasilkan masih sangat rendah. Sementara itu, saat ini Pemerintah Indonesia masih harus berjuang untuk melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu. Dan salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah dengan melakukan privatisasi BUMN.
Namun demikian, privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Namun ada pula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia.[1]
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Privatisasi Menurut Undang-undang
Definisi Privatisasi ( Menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN ) adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat.
Privatisasi dilakukan pada umumnya didasarkan kepada berbagai pertimbangan antara lain sebagai berikut :
- Mengurangi beban keuangan pemerintah, sekaligus membantu sumber pendanaan pemerintah (divestasi).
- Meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan.
- Meningkatkan profesionalitas pengelolaan perusahaan
- Mengurangi campur tangan birokrasi / pemerintah terhadap pengelolaan perusahaan.
- Mendukung pengembangan pasar modal dalam negeri.
- Sebagai flag-carrier (pembawa bendera) dalam mengarungi pasar global.
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya, para sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan profit.
Betapapun secara teoritik-akademis, para ekonom sudah bersusah payah menjelaskan manfaatnya, privatisasi telah sangat menimbulkan aroma tak sedap. Masalahnya privatisasi telah dianggap sebagai obral asset pada asing. Lebih jauh, banyak orang telah melihat privatisasi dari kacamata politik dan kacamata uang (komisi). Padahal tujuan utama privatisasi adalah membuat usaha itu sendiri menjadi lebih sehat, karyawannya lebih sejahtera dan usahanya tidak menjadi beban negara.
Di seluruh dunia, privatisasi BUMN pada dasarnya didorong dua motivasi:
1. Keinginan menaikkan efisiensi karena buruknya kinerja sebagian BUMN.
Dalam wacana teori ekonomi, hal ini secara normatif berasosiasi dengan beberapa teori klasik, seperti:
- X-efficiency, di mana BUMN memerlukan insentif di luar kompetisi;
- allocative efficiency (dengan pembahas pertama isu natural monopoly oleh John Stuart Mill, 1848), di mana pasar akan mendorong pencapaian efisiensi melalui persaingan; dan
- dynamic efficiency , di mana BUMN akan kian efisien jika manajemennya terdorong untuk melakukan inovasi.
2. Privatisasi BUMN bisa dimaksudkan untuk membantu anggaran pemerintah dari tekanan defisit.
Saat Inggris memulai gelombang privatisasi BUMN di era PM Margaret Thatcher tahun 1979, mereka menggunakan hasil privatisasi BUMN top (British Airways, British Telecom, dan British Gas) untuk mengatasi krisis fiskal atau defisit anggaran (Iekenberry, 1990).[2]
B. Tujuan Privatisasi BUMN
a. Pengalaman Internasional
Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa tujuan utama privatisasi ada dua, yaitu: pertama, untuk mengurangi defisit fiskal dan atau menutupi kewajiban-kewajiban (hutang-hutang) pemerintah yang jatuh tempo, dan kedua, untuk mendorong kinerja ekonomi makro atau efisiensi makro. Tujuan pertama umumnya diadopsi oleh negara-negara maju (industri) dan tujuan kedua umumnya diadopsi oleh negara-negara berkembang utamanya dalam kerangka tujuan jangka pendek.
Privatisasi di Indonesia
Privatisasi di Indonesia pada prinsipnya tidak berbeda dengan hakekat dan tujuan privatisasi secara internasional. Pengalaman-pengalaman banyak negara berkembang yang terpaksa harus melakukan program privatisasi untuk tujuan menutupi defisit fiskal dan kewajiban pemerintah yang jatuh tempo juga terjadi di Indonesia dewasa ini. Walaupun demikian, Indonesia dalam perspektif jangka panjangnya menetapkan bahwa tujuan privatisasi adalah untuk tujuan efisiensi makroekonomi, yang sejalan dengan prinsip yang diadopsi dari negara maju seperti Inggris, Perancis, dan Jepang, yang sudah dipaparkan terdahulu. Hakekat dan tujuan Privatisasi di Indonesia tersebut dapat dilihat di berbagai dokumen negara seperti pada UU APBN 2001, UU APBN 2002, dan Keppres No. 7 tahun 2002 tentang Kebijakan Privatisasi BUMN.
C. Manfaat Privatisasi BUMN
- BUMN akan menjadi lebih transparan, sehingga dapat mengurangi praktek KKN.
- Manajemen BUMN menjadi lebih independen, termasuk bebas dari intervensi birokrasi.
- BUMN akan memperoleh akses pemasaran ke pasar global, selain pasar domestik.
- BUMN akan memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga pengembangan usaha menjadi lebih cepat.
- BUMN akan memperoleh transfer of technology, terutama teknologi proses produksi.
- Terjadi transformasi corporate culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi budaya korporasi yang lincah.
- Mengurangi defisit APBN, karena dana yang masuk sebagian untuk menambah kas APBN.
- BUMN akan mengalami peningkatan kinerja operasional / keuangan, karena pengelolaan perusahaan lebih efisien.
D. Privatisasi BUMN Yang Ideal
Privatisasi dapat mendatangkan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia apabila setelah privatisasi BUMN mampu bertahan hidup dan berkembang di masa depan, mampu menghasilkan keuntungan, dapat memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat yang ada disekitarnya. Peningkatan kinerja BUMN diharapkan bukan hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi juga pada jangka panjang. Untuk itu, fokus perhatian bukan hanya difokuskan pada perspektif keuangan saja, tetapi harus lebih komprehensif dengan memperhatikan perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan, dan pembelajaran.
Dalam menjalankan tugasnya, manajemen BUMN dituntut untuk lebih transparan serta mampu menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance. Manajemen BUMN harus sadar bahwa setelah privatisasi, pengawasan bukan hanya dari pihak pemerintah saja, tetapi juga dari investor yang menanamkan modalnya ke BUMN tersebut.
Pada tahun-tahun mendatang, BUMN akan menghadapi persaingan global, di mana batas wilayah suatu negara dapat dengan mudah dimasuki oleh produsen-produsen asing untuk menjual produk-produk dengan kualitas yang baik dan dengan harga yang sangat kompetitif. Oleh karenanya, BUMN harus meningkatkan kualitas produknya serta memperluas jaringan pasar, bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga di pasar global. Dengan privatisasi, terutama dengan metode strategic sale kepada investor dari luar negeri, diharapkan BUMN memiliki partner yang mempunyai akses yang lebih baik di pasar global.
Kebijakan privatisasi seperti ini diharapkan dapat mendorong BUMN untuk mengembangkan jangkauan pasarnya di pasar luar negeri.
Disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru dalam proses produksi menghasilkan produk dalam tempo yang lebih cepat, dengan kualitas yang lebih baik, serta harga pokok yang lebih kompetitif. Dibidang pemasaran teknologi baru, khususnya teknologi informasi, dapat dipakai sebagai sarana strategis untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan berkualitas dengan customer serta para supplier.
Privatisasi diharapkan dapat memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada BUMN, sehingga BUMN akan mampu memberikan sarana kepada para karyawan untuk terus melakukan pembelajaran dan terus mengembangkan diri, sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas, dengan harga yang kompetitif. Masuknya investor baru dari proses privatisasi diharapkan dapat menimbulkan suasana kerja baru yang lebih produktif, dengan visi, misi, dan strategi yang baru. Perubahan suasana kerja ini diharapkan menjadi pemicu adanya perubahan budaya kerja, perubahan proses bisnis internal yang lebih efisien, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru yang diadopsi BUMN setelah proses privatisasi.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya, privatisasi BUMN diharapkan dapat menutup defisit APBN. Hal ini berarti bahwa harga saham dan waktu merupakan dua variabel yang perlu mendapatkan perhatian besar dalam proses privatisasi BUMN. Harga saham harus diperhatikan dalam kaitannya untuk mengejar target perolehan dana dalam rangka menutup defisit APBN, namun di sisi lain terdapat kendala waktu, di mana privatisasi harus segera dilaksanakan.
Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.
Penjelasan Tentang Privatisasi BUMN dan Al ternatif Lain Yang Dapat Digunakan Sebagai Dasar Untuk Mendorong Perekonomian Bangsa
Sebagai sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program privatisasi masih disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan diuraikan mengenai alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya pro dan kontra tersebut.
Ă˜Alasan-Alasan Yang Mendukung Privatisasi
a. Peningkatan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi
BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak professional dengan kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif lainnya. Beberapa faktor yang sering dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak monopoli yang dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi BUMN.
Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin persaingan pasar akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah juga memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen.
Selanjutnya akan membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output ekonomi secara keseluruhanMendorong perkembangan pasar modal
Privatisasi yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan berimplikasi pada perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.[12] Privatisasi juga dapat mendorong perusahaan baru yang masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain itu, privatisasi BUMN dan infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi yang selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal.
b. Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah
Secara umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang berasal dari penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat mengurangi subsidi pemerintah yang ditujukan kepada BUMN yang bersangkutan. Juga dapat meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih tinggi. Dengan demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran pemerintah sekaligus mengatasi tekanan inflasi.
Ă˜Alasan-Alasan Yang Menolak Program Privatisasi
Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi sebagaimana telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra. Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya, maka seharusnya yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah dan kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan tersebut berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan tidak efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian dijual.
Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun pabriknya masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian dari modal menjadi milik perusahaan asing.
III. KESIMPULAN
Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan pemerintah dan kontrol regulasi seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut kebijakan domestik, antara lain keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya kasus perselisihan bisnis. Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu menyebarnya kepemilikan pemerintah kepada swasta.
Diantara tiga metode privatisasi BUMN yang sering digunakan, yang dianggap relatif sesuai dengan kondisi BUMN dewasa ini adalah penawaran saham BUMN kepada umum dan pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan. Pasalnya, dengan metode penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu berarti akan ada pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak swasta saja. Hal ini kurang sesuai dengan jiwa demokrasi ekonomi yang menghendaki pemerataan kesejahteraaan.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya susun. Saya menyadari tentunya makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, maka dengan segala kerendahan hati, saya mengharap kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaan bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
- Basri, Faisal, Konsep Privatisas BUMN, Jakarta: Gramedia, 2002.
- Hanggraini, Dewi, Apakah Privatisasi BUMN solusi yang tepat dan meningkatkan kinerja. Jakarta : Grasindo, 2009.
[1] Basri, Faisal H., Konsep Privatisas BUMN, (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 58-59.
[2] Dewi Hanggraini. Apakah Privatisasi BUMN solusi yang tepat dan meningkatkan kinerja. (Jakarta : Grasindo, 2009), hlm. 37-38.
By : Fika Triwulandari
By : Fika Triwulandari
0 comments:
Post a Comment