Friday, May 25, 2012

Evaluasi Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN

Sebelum suatu kurikulum diberlakukan secara nasional, diperlukan adanya fase pengembangan di mana kurikulum yang baru tersebut dirancang dengan cermat dan diuji-cobakan dalam lingkungan terbatas, sebelum akhirnya diputuskan untuk disebarluaskan ke semua lembaga pendidikan. Ada juga yang menyebutkan fase ini sebagai fase perintisan (pilot study). Berbagai upaya perlu dilakukan selama fase pengembangan, termasuk ke dalamnya evaluasi dan perbaikan. Melalui fase pengembangan, kurikulum yang baru tersebut akan disesuaikan terlebih dahulu berdasarkan hasil evaluasi, sebelum diberlakukan dalam sistem yang ada. Uraian singkat di atas mengimplikasikan pentingnya fase ini dalam keseluruhan kegiatan pengembangan kurikulum. Evaluasi yang tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendukung terwujudnya fase pengembangan ini dengan efektif dan bermakna. Dari hasil-hasil evaluasi ini lah pihak pengembang dapat mengadakan perbaikan dan penyesuaian sebelum kurikulum yang baru tersebut terlanjur disebar luaskan secara nasional.

Pada modul sebelumnya Anda telah mempelajari dan mencermati tentang apa kurikulum dan bagaimana kurikulum dikembangkan. Mudah-mudahan Anda telah memahami dengan jelas materi modul sebelumnya karena erat kaitannya dengan materi yang akan dibahas dalam modul tentang evaluasi kurikulum. Setelah mempelajari modul ini anda Anda diharapkan dapat memiliki kompetensi dasar sebagai berikut:

1. Memahami tujuan evaluasi kuri kulum
2. Memahami berbagai konsep/ model evaluasi kurikulum
3. Mengkaji secara mendalam masing-masing model
4. Memahami model yang disarankan

Untuk pencapaian kompetensi dasar tersebut perlu dijabarkan ke dalam indikator-indikator sebagai berikut:

1. Menjelaskan secara rinci tentang tujuan evaluasi kurikulum
2. Menjelaskan beberapa konsep/ model evaluasi kurikulum
3. Menjelaskan perbedaan antara masing-masing konsep/model evaluasi kurikulum
4. Menjelaskan tujuan, fungsi dan obyek dari masing-masing model
5. Menjelaskan keunggulan dan kelemahan masing-masing model
6. Menjelaskan model yang disarankan

Kemampuan-kemampuan tersebut sangat penting dikuasai oleh guru sebagai pelaksana kurikulum. Dengan memahami evaluasi kurikulum guru memahami secara jelas mengapa suatu kurikulum harus dievaluasi. apa tujuannya dan konsep/ model yang mana yang dapat dipakai untuk mengevaluasi kurikulum. Untuk membantu Anda mencapai kemampuan-kemampuan tersebut uraian dan latihan yang disajikan dalam modul tersebut sebagai berikut:

1. Tujuan evaluasi kurikulum
2. Beberapa konsep/ model Evaluasi kurikulum
3. Penjelasan masing-masing konsep / model (meassurment, cngruence, illumination, dan educational system evaluation)
4. Model yang disarankan.

Supaya Anda dapat dapat berhasil dengan baik dalam mempelajari modul ini berikut beberapa petunjuk belajar yang dapat Anda cermati :

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul agar Anda memahami secara utuh dan tuntas tentang apa, bagaimana, serta pentingnya mempelajari modul tersebut
2. Baca sepintas bagian demi bagian serta temukan kata-kata kunci dan kata-kata yang dianggap baru. Carilah dan baca pengertian kata kunci tersebut dalam kamus yang anda miliki.
3. Cermatilah konsep-konsep yang dibahas dalam modul ini melalui pemahaman sendiri, diskusi dengan sesama teman mahasiswa, atau dengan tutor Anda.
4. Carilah sumber atau referensi yang relevan untuk menambah wawasan Anda, apabila materi yang dibahas dalam modul ini menurut Anda masih kurang.
5. Mantapkan pemahaman Anda terhadap materi yang dipelajari dengan mengerjakan latihan yang tersedia dalam modul.
6. Kerjakan setiap soal yang disediakan pada setiap kegiatan akhir belajar. Hal ini penting untuk mengetahui pemahaman Anda terhadap matei yang dipelajari dalam modul ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum merupakan salah satu komponen kurikulum yang perlu dikuasa oleh guru sebagai pelaksana kurikulum.Bagian-bagian berikut dari modul ini akan difokuskan pada uraian tentang evaluasi dalam fase pengembangan kurikulum tujuannya, berbagai konsep/model evaluasi yang pernah dikembangkan, tinjauan masing-masing konsep/model, dan akhirnya model evaluasi yang disarankan. Sebagai seorang guru Anda tentunya harus memahami betul mengapa suatu kurikulum harus dievaluasi dan apa yang menjadi tujuan dari evaluasi kurikulum.

2.2 Tujuan Evaluasi Kurikulum

Diadakannya evaluasi di dalam proses pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk keperluan :

a. Perbaikan Program Dalam konteks tujuan ini, peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan yang diperlukan di dalam yang sedang dikembangkan. Disini evaluasi kebutuhan yang datang dari dalam sistem itu program kurikulum lebih merupakan sendiri karena evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.
b. Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak Selama dan terutama pada akhir fase pengembangan kurikulum, perlu adanya semacam pertanggungjawaban kepada berbagai pihak yang dari pihak pengembang kurikulum berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup baik pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak-pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua, petugas-petugas pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang bersangkutan.Bagi pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam melainkan lebih merupakan suatu 'keharusan' dari luar. Sekalipun demikian hal ini tidak bisa kita hindari karena persoalan ini mencakup pertanggung jawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan pendidikan. dicapainya, suatu konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan Dalam mempertanggung jawabkan hasil yang telah pihak pengembang kurikulum perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang dikembangkan serta usaha lebih lanjut yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan- kelemahan, jika ada, yang masih terdapat. Untuk menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan tersebut di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.
c. Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan : Pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan disebar luaskan ke dalam sistem yang ada ? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebar luaskan ke dalam sistem yang ada ? Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan, pertanyaan pertama dipandang tidak tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan. Pertanyaan tersebut hanya mempunyai dua kemungkinan jawaban - ya atau tidak. Secara teoritis dapat saja terjadi bahwa jawaban yang diberikan itu adalah tidak. Bila hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan - biaya, tenaga dan waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan percuma; peserta didik yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase pengembangan telah terlanjur dirugikan; sekolah-sekolah dimana proses pengembangan itu berlangsung harus kembali menyesuaikan diri lagi kepada cara lama; dan lambat laun akan timbul sikap skeptis di kalangan orang tua dan masyarakat terhadap pembaharuan pendidikan dalam bentuk apapun. Pertanyaan kedua dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan - aspek-aspek mana dari kurikulum tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran yang bagaimana yang sebaiknya ditempuh, dan persyaratan-persyaratan apa yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu di dalam sistem yang ada. Pertanyaan-pertanyaan ini dirasakan lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral maupun teknis. Untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan kegiatan evaluasi.

2.3 Beberapa Konsep/Model Evaluasi

Setelah mencermati tentang tentang tujuan evaluasi kurikulum, Anda sebagai pelaksana kurikulum harus memahami pula tentang konsep/model evaluasi. Coba Anda cermati masing-masing konsep/model evaluasi tsb. Secara garis besar, berbagai konsep/model evaluasi yang telah dikembangkan selama ini dapat digolongkan ke dalam empat rumpun model measurement, congruence, illumination, dan educational system evaluation:

a. Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara dua atau lebih program/metode pendidikan. Obyek evaluasi dititik beratkan pada hasil belajar terutama dalam aspek kognitif dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang obyektif dan dapat dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah data obyektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:
1) Menempatkan `kedudukan` setiap siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
2) Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program/metode pengajaran yang berbeda- beda, melalui analisis secara kuantitatif.
3) Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk obyektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang reliabel dan valid.

b. Congruence
Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau ongruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan. Obyek evaluasi dititik beratkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah data obyektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut: Menggunakan prosedur pre-and post-assessment dengan menempuh langkah- langkah pokok sebagai berikut: penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi. Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian. Teknik evaluasi menackup tes dan teknik-teknik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam tujuan. Kurang menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua atau lebih program.

c. Illumination
Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai : pelaksanaan program, pengaruh faktor lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan program serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih judgment (pertimbangan) yang hasilnya didasarkan pada diperlukan untuk penyempurnaan program. Obyek evaluasi mencakup latar belakang dan perkembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar dan kesulitan-kesulitan yang dialami. Jenis data yang dikumpulkan pada umumnya data subyektif (judgment data) Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:

1. Menggunakan prosedur yang disebut Progressive focussing dengan langkah-langkah pokok: orientasi, pengamatan yang lebih terarah, analisis sebab-akibat.
2. Bersifat kualitatif-terbuka, dan flesksibel-eklektif.
3. Teknik evaluasi mencakup observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.

d. Educational System Evaluation
Evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performance setiap dimensi program dan kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan judgment. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Obyek evaluasi mencakup input (bahan, rencana, peralatan), proses dan hasil yang dicapai dalam arti yang lebih luas. Jenis data yang dikumpulkan meliputi baik data obyektif maupun data subyektif (judgment data)Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut: Membandingkan performance setiap dimensi program dengan kriteria internal.
Membandingkan performance program dengan menggunakan kriteria :
• eksternal yaitu performance program yang lain.
Teknik evaluasi mencakup tes, observasi, wawancara, angket dan analisis
• dokumen.

2.4 Tinjauan Masing-Masing Konsep/Model

Setelah Anda mencermati keempat model evaluasi tersebut, Anda tentunya perlu pula mencermati secara rinci tinjauan dari masing-masing konsep/ model tersebut supaya wawasan anda lebih luas dan dapat memahami secara lebih mendalam makna dari masing-masing konsep model tersebut. Tinjauan masing-masing konsep/model akan dikaji secara rinci.

a. Measurement
Konsep measurement ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam hal penekanannya terhadap pentingnya obyektivitas dalam proses evaluasi. Aspek obyektivitas yang ditekankan oleh konsep ini perlu dijadikan landasan yang terus menerus di dalam rangka mengembangkan konsep dan sistem evaluasi kurikulum. samping itu, pendekatan yang digunakan oleh konsep ini masih sangat besar pengaruhnya dan dirasakan faedahnya dalam berbagai kegiatan pendidikan, seperti seleksi dan klasifikasi siswa, pemberian nilai di sekolah, dan kegiatan penelitian pendidikan. Kelemahan dari konsep ini terletak pada penekanannya yang berlebih-lebihan pada spek pengukuran dalam kegiatan evaluasi pendidikan. Aspek pengukuran itu sendiri memang diperlukan dalam proses evaluasi, tapi tidak dimaksudkan untuk menggantikan proses evaluasi itu sendiri : "Measurement is not evaluation, but it can provide useful data for evaluation." mengelakkan Dalam evaluasi hasil belajar, misalnya, kita tidak dapat penggunaan alat pengukuran hasil belajar untuk menghasilkan data yang diperlukan dalam pemberian judgment selanjutnya mengenai hasil belajar yang telah dicapai. Sebagai konsekuensi dari penekanan yang berlebih-lebihan pada aspek pengukuran, evaluasi cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari program pendidikan yang 'dapat diukur', terutama hasil belajar yang bersifat kognitif. Yang menjadi persoalan disini adalah bahwa hasil belajar yang bersifat kognitif tersebut bukan lah merupakan satu-satunya indikator bagi keberhasilan suatu kurikulum. Sebagai suatu wahana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri siswa, tidak terbatas hanya pada potensi dibidang kognitif.
Disamping itu, peranan evaluasi yang diharapkan akan dapat memberikan input bagi penyempurnaan program dalam setiap tahap, menjadi kurang dapat terpenuhi dengan dibatasinya evaluasi pada pengukuran hasil belajar saja, apalagi hanya ditekankan pada bidang kognitif.

b. Congruence
Konsep ini telah menghubungkan kegiatan evaluasi dengan tujuan untuk mengkaji efektivitas kurikulum yang sedang dikembangkan. Dengan kata lain, konsep congruence ini telah memperlihatkan adanya "high degree of integration with the instructional process." Dengan mengkaji efektivitas kurikulum dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, hal ini akan memberikan balikan kepada pengembang kurikulum tentang tujuan-tujuan mana yang sudah dan yang belum dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh tidak bersifat relatif karena selalu dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai kriteria perbandingan. Kelemahan dari konsep ini terletak pada ruang lingkup evaluasinya. Sekalipun tujuan evaluasi diarahkan pada kepentingan penyempurnaan program kurikulum, tapi konsep ini tidak menjadikan input dan proses pelaksanaan sebagai obyek langsung evaluasi. Yang dijadikan perhatian oleh konsep ini adalah hubungan antara tujuan dan hasil belajar. Faktor-faktor penting yang terdapat diantara tujuan dan hasil yang dicapai kurang mendapat perhatian, padahal yang dimensi akan disempurnakan justru adalah faktor-faktor tersebut yaitu input dan proses belajar-mengajar, yang keseluruhannya akan menciptakan suatu tipe pengalaman belajar tertentu. Masih berhubungan dengan persoalan ruang lingkup evaluasi di atas, pelaksanaan evaluasi dari konsep ini terjadi pada saat kurikulum sudah selesai dilaksanakan, dengan jalan membandingkan antara hasil pretest dan posttest. Sebagai akibatnya informasi yang dihasilkan hanya dapat menjawab pertanyaan tentang tujuan-tujuan mana yang telah dan yang belum dapat dicapai.
Pertanyaan tentang mengapa tujuan-tujuan tertentu belum dapat dicapai, sukar untuk dapat dijawab melalui informasi perbedaan pretest dan posttest. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan oleh konsep ini menghasilkan suatu teknik evaluasi yang sifatnya terminal / postfacto. Pendekatan semacam ini memang membantu pengembang kurikulum dalam menentukan bagian-bagian mana dari program yang masih lemah, tapi kurang membantu di dalam mencari jawaban tentang segi-segi apanya yang masih lemah dan bagaimana kemungkinan mengatasi kelemahan tersebut.
Terlepas dari beberapa kelemahan di atas, konsep ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan konsep evaluasi kurikulum, khususnya dalam usaha :

1) Menghubungkan hasil belajar dengan tujuan-tujuan pendidikan sebagai kriteria perbandingan; dan
2) Memperkenalkan sistem pengolahan hasil evaluasi secara bagian demi bagian, yang ternyata lebih relevan dengan kebutuhan pengembangan kurikulum.

c. Illumination
Sebagai reaksi terhadap konsep measurement dan congruence yang bersifat 'terminal' seperti telah disinggung dalam bagian yang lalu, konsep illumination menekankan pentingnya dilakukan evaluasi yang berkelanjutan selama proses pelaksanaan kurikulum sedang berlangsung. Gagasan yang terkandung di dalam konsep ini memang penting dan menunjang proses penyempurnaan kurikulum, karena pihak pengembang kurikulum akan memperoleh informasi yang cukup terintegrasi sebagai dasar untuk mengoreksi dan menyempurnakan kurikulum yang sedang dikembangkan. Di samping itu, jarak antara pengumpulan data dan laporan hasil evaluasi cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan pada waktunya. Kelemahan dari konsep ini terutama terletak pada teknis pelaksanaannya. Pertama, kegiatan evaluasi tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria yang jelas sebagai dasar bagi pelaksanaan dan penyimpulan hasil evaluasi. Ini dapat mengakibatkan bahwa sejumlah segi-segi yang penting kurang mendapat perhatian, karena evaluator hanyut di dalam mengamati segi-segi tertentu yang menarik perhatiannya Kedua, obyektivitas dari evaluasi yang dilakukan perlu dipersoalkan. Persoalan obyektivitas evaluasi inilah yang justru dipandang sebagai salah satu kelemahan yang penting dari konsep ini.
Di samping konsep ini lebih menitik beratkan penggunaan judgment dalam proses evaluasi, juga terdapat adanya kecenderungan untuk menggunakan alat evaluasi yang 'terbuka' dalam arti kurang spesifik / berstruktur. Disamping kedua kelemahan di atas, konsep ini juga tidak menekankan pentingnya evaluasi terhadap bahan-bahan kurikulum selama bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan.
Dengan kata lain, evaluasi yang diajukan oleh konsep ini lebih berorientasi pada proses dan hasil yang dicapai oleh kurikulum yang bersangkutan.

d. Educational System Evaluation
Ditinjau dari hakekat dan ruang lingkup evaluasi, konsep ini memperlihatkan banyak segi-segi yang positif untu kepentingan proses pengembangan kurikulum. Ditekankannya peranan kriteria (absolut maupun relatif) dalam proses evaluasi sangat penting artinya dalam memberikan ciri-ciri khas bagi kegiatan evaluasi. Tanpa kriteria kita tidak akan dapat menghasilkan suatu informasi yang menunjukkan ada tidaknya kesenjangan (discrepancy), sedangkan informasi semacam inilah yang diharapkan dari hasil evaluasi.
Sehubungan dengan ruang lingkup evaluasi, konsep ini mengemukakan perlunya evaluasi itu dilakukan terhadap berbagai dimensi program, tidak hanya hasil yang dicapai, tapi juga input dan proses yang dilakukan tahap demi tahap. Ini penting sekali agar peyempurnaan kurikulum dapat dilakukan pada setiap tahap sehingga kelemahan yang masih terlihat pada suatu tahap tertentu tidak sampai dibawa ke tahap berikutnya. Suatu bagian dari konsep ini yang kiranya dapat dipandang sebagai kelemahan adalah mengenai pandangannya tentang evaluasi untuk menyimpulkan kebaikan program secara menyeluruh. Ada dua persoalan yang perlu mendapatkan penegasan dari konsep ini, yang pertama menyangkut segi teknis dan yang kedua teknis berkenaan dengan menyangkut segi strategis. Persoalan prosedur yang ditempuh dalam membandingkan hasil antara kurikulum yang baru dan kurikulum yang ada. Pengalaman-pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa studi perbandingan semacam ini pada umumnya berakhir dengan kesimpulan 'tidak adanya perbedaan yang berarti'. Persoalan strategis menyangkut persoalan 'nasib' dari kurikulum yang baru tersebut bila hasil perbandingan yang dilakukan menunjukkan 'perbedaan yang tidak berarti'. Bila hal itu terjadi, apakah kita akan 'menarik kembali' kurikulum yang baru tersebut untuk kembali ke kurikulum yang ada ataukah mengembangkan kurikulum baru yang lain lagi ? Bagaimana kah hal ini dapat dipertanggung-jawabkan dari segi biaya yang telah dikeluarkan maupun dari segi siswa-siswa yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama bertahun-tahun ?
Kedua persoalan di atas itulah yang terdapat dan belum dibahas secara tuntas di dalam konsep ini.Secara keseluruhan, konsep educational system evaluation ini relevan dengan peranan evaluasi didalam proses pengembangan kurikulum dan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang terkandung di dalam konsep-konsep yang terdahulu.

2.5 Model Yang Disarankan
Dengan mempelajari secara cermat tentang berbagai konsep/model evaluasi kurikulum, Anda akhirnya dapat memahami pula bahwa masing- masing konsep/model tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Dalam mengevaluasi kurikulum tentunya diperlukan kecermatan Anda, dalam memilih model mana yang dianggap tepat.Pada urian berikut Anda dapat mencermati konsep/model yang disarankan dalam melaksanakan evaluasi kurikulum. Ketepatan suatu model tak dapat dilepaskan dari tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan evaluasi yang kita adakan. Setiap model, termasuk model yang keempat (educational system evaluation) memiliki kekuatan dan kelemahan ditinjau dari berbagai segi. Sehubungan dengan itu, berkenaan dengan model mana yang akan disarankan, dikemukakan hal-hal sebagai berikut: Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kurikulum yang sedang dikembangkan, model educational system evaluation, tampaknya merupakan model yang paling tepat. Kelemahan masing-masing model yang lain dapat di- tanggulangi oleh model yang keempat ini. Terlepas dari kenyataan tersebut, untuk mencapai tujuan evaluasi yang bersifat khusus, ketiga model yang lain pun masih dapat memberikan sumbangan:

1) Untuk keperluan seleksi dan klasifikasi siswa serta membandingkan efektivitas kurikulum yang baru dengan kurikulum yang ada, model measurement tepat untuk digunakan.
2) Untuk mengkaji efektivitas pembelajaran yang telah dilakukan dan untuk menetapkan tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan pembelajaran, model congruence tergolong ampuh untuk digunakan. Akhirnya, bila kita ingin memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang proses pelaksanaan kurikulum beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, model illumination akan sangat membantu.


DAFTAR PUSTAKA

Bloom, B.S. et al. (1981). Evaluation to Improve Learning. New York: McGraww-Hill
Brinkerhoff, R.O. et al . (1982). Program Evaluation: A Practitioner Guide for Trainers And Educators. Boston: MA Kluwer Nijhoff Publishing
Forsyth, I. et al. (1999). Evaluating a Course. London: Kogan Page Ltd.
Gronlund, N.E. (1985). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillan Publishing Company
Guba, E.G. and Lincoln, Y.S. (1983). Effective Evaluation. San Francisco: Jossey - Bass Publishers
Harlen, W. (ed.) (1994). Enhancing Quality in Assessment. London: Paul Chapman Publishing Ltd.
Harris, D. and Bell, C. (1986). Evaluating and Assessing for Learning. London: Kogan Page, Ltd.
Nana Sudjana & R. Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: PT Sinar Baru
Popham, W.J. (1978). Criterion Referenced Measurement. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc,
Stufflebeam, D.L. et al. (1977). Educational Evaluation and Decision Making. Illinois: F.E. Peacock Publishers, Inc.
Sukartiwi. (1995). Monitoring dan Evaluasi Proyek Pendidikan. Jakarta: Penerbit Pustaka Jaya
Traub, R.E. (ed.). ( 1984). Journal of Educational Measurement (Volume 21 Number 4). Washington, D.C.: National Council on Measurement in Education,Inc.

Download file Pdf : 4shared

0 comments:

Post a Comment

Warning !! Silahkan Copy paste asal tetap mencantumkan URL/Link Blog sebagai sumbernya. Powered by Blogger.