Thursday, June 21, 2012

Rotan

Abstract

Rattan is one of the monocotyl species, which is economically important. Rattan culm is used for furniture, souvenir and housewares. Indonesian rattan varies accordingly, but only about 30% of them have been developed. This paper describes anatomical structure of three rattan species to get information about its utilization. Three rattan species namely Balubuk (Calamus burchianus Becc.), Lilin (Calamus javensis Bl.) and Tretes (Calamus heteroideus Bl.) were used as samples. Macroscopically, anatomical structure was observed on massive rattan culm, while microscopically was observed from microtome-sectioned samples. Fibre dimension was observed from macerated samples. All anatomical quantities were compared to those of Manau rattan, since its utilization has been known. The metaxylem diameter of those three rattans was bigger than that of Manau rattan, so that those rattans were less durable than Manau. Fibre of rattan studied was shorter and thinner than that of Manau, as a result their strength were lower than that of Manau rattan. As their strength were less than Manau, the utilization of these three species was not recommended to work on direct forces.

Key words: rattan, Balubuk, Lilin, Tretes, anatomical, Manau

BAB I
Pendahuluan

Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan mebel, kerajinan, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Kekuatan, kelenturan dan keseragaman rotan serta kemudahan dalam pengolahannya menjadikan rotan sebagai salah satu bahan non-kayu yang sangat penting dalam industri mebel. 

Indonesia merupakan salah satu penghasil rotan terbesar di dunia (BPS 2002). Selama ini Indonesia telah memasok kurang lebih 80% kebutuhan rotan dunia baik dalam bentuk produk jadi misalnya mebel rotan maupun setengah jadi. Di satu pihak, hal tersebut menjadikan rotan sebagai penghasil devisa negara yang cukup besar, namun di pihak lain keterlambatan pembudidayaannya dapat menyebabkan berkurangnya jenis-jenis rotan sebagai sumber hayati Indonesia. 

Di Indonesia diperkirakan tumbuh kurang lebih 300 ~ 350 jenis rotan dan baru sekitar 53 jenis rotan yang sudah dikenal dan dimanfaatkan (Algamar 1986). Hal ini menunjukkan bahwa baru sekitar 30% jenis rotan yang telah dikenal dan dimanfaatkan. Pada perkembangannya, jenis rotan komersial akan menipis dan jenis rotan yang kurang dikenal akan dimanfaatkan sebagai rotan pengganti. Oleh karena itu, jenis rotan yang belum dikembangkan perlu diketahui sifat dasar dan kemungkinan pembudidayaannya, sehingga karakteristik jenis rotan tersebut dapat disesuaikan dengan pemanfaatannya. 

Kualitas rotan sangat dipengaruhi oleh jenisnya (Nasa 1989). Rotan Manau yangsangat popular dalam perdagangan rotan misalnya, memiliki kekuatan yang memadai sebagai bahan mebel dengan rata-rata Modulus of Elasticity (MOE) 19.8 kg/cm2 dan Modulus of Rupture (MOR) 734 kg/cm2 (Anonim 1999), dan tahan terhadap serangan serangga perusak (Rachman 1996, Jasni dan Supriana 1999). 

Sedangkan, jenis rotan Seel mempunyai kekuatan yang rendah dengan MOE 10.017 kg/cm2 dan MOR 421.2 kg/cm2 (Anonim 1999). Dimensi serat merupakan parameter yang penting untuk menentukan kekuatan rotan. Bhat dan Thulasidas (1993) melaporkan bahwa panjang serat dan tebal dinding serat dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan kekuatan rotan. Semakin tebal dinding dan semakin panjang serat, maka semakin tinggi kekuatan batang rotan. Dinding serat yang tebal menjadikan rotan lebih keras dan meningkatkan kemampuan menyangga beban yang berat. 

Struktur anatomi batang rotan telah dipelajari oleh beberapa peneliti, diantaranya Tomlinson (1961) yang mendeskripsikan struktur anatomi batang tumbuhan monokotil secara umum; dan Teoh (1978) yang secara khusus mempelajari rotan dari Semenanjung Malaysia. Secara lebih detail, anatomi batang rotan dilaporkan oleh Weiner dan Liese (1990) dan Weiner (1992) yang ditujukan untuk mempelajari marga dan spesies rotan. Jasni et al. (1997) mendeskripsikan struktur anatomi tiga jenis rotan dari Taman Nasional Gunung Halimun, Indonesia dan Pandit et al. (1993) mempelajari struktur anatomi empat jenis rotan yang digunakan dalam industri rotan di Cirebon. Pada umumnya, studi mengenai anatomi batang rotan menunjukkan perbedaan anatomi yang nyata diantara jenisnya. 

Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan struktur anatomi tiga jenis batang rotan dan dimensi seratnya serta menentukan kemungkinan pemanfaatannya berdasarkan struktur anatomi dan dimensi seratnya.

BAB II
Bahan dan Metode

2.1 Bahan
Contoh uji tiga jenis rotan dikumpulkan dari berbagai tempat di wilayah Indonesia dalam kurun waktu tahun 2000 ~ 2003. Bantuan identifikasi tanaman rotan diperoleh dari Kelti Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Tiga jenis rotan yang dipelajari adalah rotan Lilin (Calamus javensis Bl.), rotan Tretes (Calamus heteroideus Bl.) dan rotan Balubuk (Calamus burchianus Becc.).

2.2 Metode
Ciri anatomi rotan diamati pada penampang lintang potongan batang yang telah dihaluskan dan dari preparat sayatan dengan pisau mikrotom yang telah diwarnai dengan safranin-O menurut petunjuk Sass (1961). Pengukuran dimensi serat dilakukan terhadap preparat maserasi yang telah disiapkan dengan metode Schultz (Sass 1961). 

Pengamatan susunan dan ciri kuantitas anatomi rotan yang diamati meliputi tebal lapisan epidermis, endodermis, kortek dan diameter komponen anatomi lainnya. Pengukuran dilakukan sebanyak 30 kali ulangan dalam preparat sayatan dengan bantuan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer dan mikrometer gelas yang diletakkan di atas preparat sayatan.

BAB III
Hasil dan Pembahasan

3.1 Rotan Lilin (Calamus javensis Bl.)
  1. Kulit epidermis dan endodermis tampak jelas terpisah. Epidermis mempunyai ketebalan 33.3 + 3.1 mikron dan endodermis 14.5 + 1.4 mikron, dengan lapisan 1 ~2 sel. Lapisan kortex mempunyai ketebalan 143.9 + 15.1 mikron; dengan susunan ikatan serat yang berjajar satu-satu membentuk barisan seperti pita dengan jarak yang teratur.
  2. Ikatan pembuluh yang berada di dekat kulit lebih padat dengan frekuensi 12 + 1 ikatan pembuluh per-mm2 bentuknya lonjong dengan bagian ikatan serat memanjang. Sedangkan di bagian tengah relatif lebih jarang dengan frekuensi 3 + 1 per-mm2 dengan bentuk ikatan pembuluh sebagian besar oval. Rata-rata diameter ikatan pembuluh 311.4 + 123.1 mikron. 
  3. Diameter pembuluh metaxylem berukuran rata-rata 267.3 + 87.7 mikron. Pembuluh metaxylem hampir seluruhnya tunggal, kadang dijumpai pembuluh bersusun ganda di bagian dekat kulit, tetapi jarang. 
  4. Phloem bersusun dua utas yang terpisah di bagian kiri dan kanan pembuluh. Satu utas terdiri 3 ~ 8 sel. Diameter sel phloem rata-rata 40.9 + 14.7 mikron. Protoxylem berkelompok 4 ~ 8 sel terletak di bagian bawah pembuluh. Rata-rata diameter protoxylem 59 + 10.5 mikron. 
  5. Panjang serat mempunyai rata-rata 1296 + 262 mikron, Tebal dinding serat 3.66 + 0.74 mikron.

3.2 Rotan Tretes (Calamus heteroideus Bl.)
  1. Kulit epidermis dan endodermis tampak jelas terpisah. Epidermis mempunyai ketebalan 45 + 2.4 mikron dan endodermis 40.2 + 3.2 mikron. Lapisan kortex mempunyai ketebalan 234.9 + 39.6 mikron, dengan susunan ikatan serat tidak teratur.
  2. Ikatan pembuluh dekat kulit lebih padat dengan frekuensi 7 + 1 ikatan pembuluh per-mm2, berbentuk lonjong dengan bagian ikatan seratnya memanjang. Sedangkan ikatan pembuluh dari bagian tengah agak jarang dengan frekuensi 2 + 1 per-mm2; bentuk ikatan pembuluh umumnya bundar. Rata-rata diameter ikatan pembuluh 455.3 + 131.1 mikron.
  3. Pembuluh metaxylem mempunyai rata-rata diameter 253.5 + 72.2 mikron; hampir seluruhnya bersusun tunggal.
  4. Phloem tersusun dalam dua utas yang terpisah, di kiri dan kanan pembuluh. Satu utas terdiri dari 4 ~ 6 sel. Rata-rata diameter phloem 27.5 + 12.3 mikron.
  5. Protoxylem berkelompok 4 ~ 8 sel pada bagian bawah pembuluh dengan rata-rata diameter 39.7 + 11.1 mikron.
  6. Panjang serat mempunyai rata-rata 1196 + 77 mikron. Tebal dinding serat 4.04 + 0.72 mikron.

3.3 Rotan Balubuk (Calamus burchianus Becc.)
  1. Kulit epidermis dan endodermis tampak jelas terpisah. Epidermis mempunyai ketebalan 31.8 + 3.8 mikron dan endodermis 33.9 + 1.8 mikron. Lapisan kortex mempunyai ketebalan 201.5 + 22.6 mikron, dengan susunan ikatan serat teratur seakan membentuk pita memanjang di bagian kulit.
  2. Ikatan pembuluh di bagian dekat kulit lebih padat dengan frekuensi 7 + 1 ikatan pembuluh per-mm2, berbentuk lonjong. Sedangkan ikatan pembuluh di bagian tengah agak jarang dengan frekuensi 2 + 1 per-mm2; bentuk ikatan pembuluh umumnya bundar. Rata-rata diameter ikatan pembuluh 466.2 + 74.3 mikron.
  3. Diameter pembuluh metaxylem berukuran rata-rata 396.8 + 98.2 mikron, dengan susunan hampir seluruhnya tunggal.
  4. Phloem tersusun dalam dua utas yang terpisah di kiri dan kanan pembuluh. Satu utas terdiri dari 4 ~ 6 sel. Rata-rata diameter phloem 29.2 + 6.5 mikron.
  5. Protoxylem berkelompok 4 ~ 8 sel, dengan rata-rata diameter 50.7 + 13.3 mikron.
  6. Panjang serat mempunyai rata-rata 1306 + 158 mikron, Tebal dinding serat 3.46 + 0.24 mikron.
Penampang lintang rotan dapat dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu: kulit, kortek dan bagian tengah batang (Tomlinson 1961). Bagian kulit terbagi atas dua macam lapisan, yaitu epidermis sebagai lapisan terluar dan endodermis di lapisan dalam. Lapisan epidermis adalah lapisan yang sangat keras, sel-selnya tidak berlignin dan lapisan dinding tangensialnya mengandung endapan silika dan dilapisi oleh lilin (Weiner dan Liese 1990). 

Ketiga jenis rotan yang dipelajari menunjukkan pemisahan yang jelas antara epidermis dan endodermisnya. Rotan Tretes memiliki lapisan epidermis paling tebal dengan rata-rata 45 + 2.14 mikron, namun ketebalannya jauh dibawah rotan Manau yang mencapai 70 mikron. 

Lapisan endodermis adalah lapisan yang bersusun atas parenkima dasar yang dindingnya mengalami penebalan dan sangat rapat, sehingga bagian ini lebih keras dari bagian tengah, tetapi tidak sekeras lapisan epidermisnya. Pada rotan Balubuk dan rotan Tretes, ketebalan lapisan epidermis kurang lebih sama dengan lapisan endodermis, sedangkan lapisan endodermis rotan Lilin lebih tipis dari lapisan epidermisnya. 

Lapisan kortek adalah lapisan tipis di bawah kulit yang tersusun atas ikatan serat dan ikatan pembuluh yang belum lengkap, tersebar dalam jaringan parenkima dasar. Lapisan kortex rotan Tretes paling tebal dengan rata-rata 234.9 + 39.6 mikron, sedangkan lapisan kortex rotan Lilin hanya 143.9 + 15.1 mikron. 

Seperti pada umumnya tanaman monokotil, bagian tengah batang mempunyai struktur yang berbeda dengan bagian dekat kulit. Bagian tengah memiliki frekuensi ikatan pembuluh jarang, dinding sel tipis, ikatan pembuluh tersebar secara merata dengan bentuk bundar. Selain itu, diameter pembuluh, phloem dan protoxylem lebih besar. Sedangkan bagian dekat kulit mempunyai susunan ikatan pembuluh lebih padat, dinding sel lebih tebal dan diameter pembuluh metaxylem, phloem dan protoxylem lebih kecil. Bagian ini menjadi pendukung utama kekuatan rotan (Tomlinson 1961, Weiner dan Liese 1990). 


menunjukkan bahwa rata-rata diameter metaxylem ketiga rotan yang dipelajari lebih besar dari diameter metaxylem rotan Manau yang hanya 228.2 mikron. Jika dihubungkan dengan daya tahannya terhadap serangan serangga perusak, maka ketiga jenis rotan kemungkinan mempunyai ketahanan alami terhadap serangan serangga perusak lebih rendah dari rotan Manau. Hal ini disebabkan lubang metaxylem yang lebih besar memungkinkan serangga perusak menyimpan telur di dalamnya dan selanjutnya akan meningkatkan intensitas serangannya (Jasni dan Supriana 1999). 

Diameter protoxylem ketiga jenis rotan yang dipelajari lebih besar dari rotan Manau. Diameter phloem rotan Lilin kurang lebih sama dengan rotan Manau, sedangkan rotan Balubuk dan Tretes mempunyai diameter phloem lebih besar dari rotan Manau. Besarnya ukuran diameter phloem dan protoxylem rotan sampai saat ini belum dapat dihubungkan dengan kualitas batang rotannya. 

Dimensi serat ketiga rotan yang dipelajari lebih pendek dan lebih tipis dari rotan Manau. Di antara ketiga jenis rotan, Balubuk memiliki serat terpanjang dan mendekati panjang serat rotan Manau, namun dindingnya paling tipis diantara ketiga rotan yang dipelajari. Dalam hubungannya dengan kekuatan rotan, ketiga rotan tersebut memiliki kekuatan lebih rendah dari rotan Manau. 

Rotan Manau yang telah dikomersialkan dalam perdagangan rotan, mempunyai kekuatan sangat baik untuk kerangka mebel, sedangkan ketiga rotan yang diteliti mempunyai dinding serat yang lebih tipis dan termasuk dalam kualitas sedang. Rotan dalam kualitas ini hanya dapat digunakan untuk komponen mebel yang tidak menyangga beban, kerajinan dan perabot rumah tangga. 

Rotan Lilin adalah rotan yang berdiameter kecil, sehingga rotan ini dapat digunakan sebagai rotan pengikat dan bahan pembuat keranjang serta tikar. Sedangkan rotan Tretes mempunyai diameter sedang, dan dimungkinkan untuk digunakan pelengkap mebel rotan, kerajinan dan perabot rumah tangga. Rotan Balubuk mempunyai diameter yang cukup besar, namun karena dindingnya tipis, maka kekuatan sejajar seratnya relatif rendah dibandingkan dengan rotan Manau.

BAB IV
Ulasan

Rotan merupakan jenis tumbuhan monokotil yang sangat berperan penting manfaatnya,termasuk salah satunya di bidang perekonomian. Di indonesia terdapat berbagai jenis rotan yang tumbuh,kurang lebih terdapat 300-350 jenis tetapi baru 53 jenis yang di kenal dan di manfaatkan.Oleh karna itu rotan yang belum terlalu di kenal perlu di kembangkan agar di ketahui sifat dasarnya dan kemungkinan pembudidayaan dan manfaatnya.

Kualitas rotan sangat di pengaruhi oleh jenisnya,contohnya rotan jenis manau yang sangat populer,memiliki kekuatan yang memadai sebagai bahan mebel yang tahan terhadap serangan serangga perusak.Contoh lain adalah rotan jenis seel yang mempunyai kekutan rendah.Dimensi serat merupakan parameter yang penting untuk menentukan kekuatan rotan.

Beberapa peneliti telah meneliti dan mempelajari anatomi batang rotan,di antaranya adalah Tomlinson (1961) yang mendeskripsikan struktur anatomi batang tumbuhan monokotil secara umum,Teoh (1978) yang secara khusus mempelajari rotan dari Semenanjung Malaysia. Secara lebih detail, anatomi batang rotan dilaporkan oleh Weiner dan Liese (1990) dan Weiner (1992) yang ditujukan untuk mempelajari marga dan spesies rotan, Jasni et al. (1997) mendeskripsikan struktur anatomi tiga jenis rotan dari Taman Nasional Gunung Halimun Indonesia dan Pandit et al. (1993) mempelajari struktur anatomi empat jenis rotan yang digunakan dalam industri rotan di Cirebon.

Di sini akan di jelaskan struktur anatomi tiga jenis batang rotan dan dimensi seratnya serta pemanfaatanya berdasarkan struktur anatomi dan dimensi seratnya.Tiga jenis rotan yang akan di pelajari tersebut adalah rotan Lilin (Calamus javensis Bl.), rotan Tretes (Calamus heteroideus Bl.) dan rotan Balubuk (Calamus burchianus Becc.).Jenis-jenis rotan ini dikumpulkan dari berbagai tempat di wilayah Indonesia. Yang di teliti pada tiga jenis rotan ini adalah ciri anatomi rotan pada penampang lintang potongan batang.Yang di amati pada penelitian ini adalah susunan dan Rotan Lilin (Calamus javensis Bl.).ciri kuantitas anatomi rotan yang meliputi tebal lapisan epidermis,endodermis,kortek,dan diameter komponen anatomi lainya.

Secara garis besar di dapatkan hasil bahwa pada jenis rotan yang pertama yaitu rotan Lilin (Calamus javensis Bl.),Kulit epidermis dan endodermis tampak jelas terpisah,Ikatan pembuluh yang berada di dekat kulit lebih padat bentuknya lonjong dengan bagian ikatan serat memanjang, Diameter pembuluh metaxylem berukuran rata-rata 267.3 + 87.7 mikron, Phloem bersusun dua utas yang terpisah di bagian kiri dan kanan pembuluh, Panjang serat mempunyai rata-rata 1296 + 262 mikron, Tebal dinding serat 3.66 + 0.74 mikron.

Pada jenis rotan yang ke dua Rotan Tretes (Calamus heteroideus Bl.), Kulit epidermis dan endodermis tampak jelas terpisah, Ikatan pembuluh dekat kulit lebih padat, berbentuk lonjong dengan bagian ikatan seratnya memanjang, Pembuluh metaxylem mempunyai rata-rata diameter 253.5 + 72.2. micron dan hampir seluruhnya bersusun tunggal, Phloem tersusun dalam dua utas yang terpisah, di kiri dan kanan pembuluh, Protoxylem berkelompok 4 ~ 8 sel pada bagian bawah pembuluh dengan rata-rata diameter 39.7 + 11.1 mikron, Panjang serat mempunyai rata-rata 1196 + 77 mikron. Tebal dinding serat 4.04 + 0.72 mikron.

Sedangkan pada jenis rotan yang ke tiga,Rotan Balubuk (Calamus burchianus Becc.) di ketahui bahwa Kulit epidermis dan endodermis tampak jelas terpisah, Ikatan pembuluh di bagian dekat kulit lebih padat,berbentuk lonjong, Diameter pembuluh metaxylem berukuran rata-rata 396.8 + 98.2 mikron, dengan susunan hampir seluruhnya tunggal, Phloem tersusun dalam dua utas yang terpisah di kiri dan kanan pembuluh, Protoxylem berkelompok 4 ~ 8 sel pada bagian bawah pembuluh dengan rata-rata diameter 39.7 + 11.1 mikron, Panjang serat mempunyai rata-rata 1306 + 158 mikron, Tebal dinding serat 3.46 + 0.24 mikron. 

Dari hasil pengamatan yang telah di lakukan dapat kita ketahui bahwa penampang lintang rotan dapat dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu: kulit, kortek dan bagian tengah batang.Bagian kulit terbagi atas dua macam lapisan, yaitu epidermis sebagai lapisan terluar dan endodermis di lapisan dalam. Lapisan endodermis adalah lapisan yang bersusun atas parenkima dasar yang dindingnya mengalami penebalan dan sangat rapat, sehingga bagian ini lebih keras dari bagian tengah, tetapi tidak sekeras lapisan epidermisnya. Lapisan kortek adalah lapisan tipis di bawah kulit yang tersusun atas ikatan serat dan ikatan pembuluh yang belum lengkap, tersebar dalam jaringan parenkima dasar.

Dari hasil penelitian juga dapat kita bandingkan kualitas dan sifat-sifat lainya antara rotan manau dengan ke tiga jenis rotan yang di teliti.Rotan tretes memiliki lapisan epidermis dan korteks paling tebal di antara ketiganya, namun ketebalannya jauh dibawah rotan Manau.Jika di bandingkan dengan rotan manau ke tiga jenis rotan ini memiliki ketahanan terhadap serangga perusak lebih rendah. Diameter protoxylem ketiga jenis rotan yang dipelajari lebih besar dari rotan Manau. Diameter phloem rotan Lilin kurang lebih sama dengan rotan Manau, sedangkan rotan Balubuk dan Tretes mempunyai diameter phloem lebih besar dari rotan Manau.Dimensi serat ketiga rotan yang dipelajari lebih pendek dan lebih tipis dari rotan Manau.

Jika kita bandingkan sesuai dengan hasil penelitian yang telah ada,dapat di simpulkan bahwa ketiga rotan tersebut memiliki kekuatan lebih rendah dari rotan Manau. ketiga rotan yang diteliti mempunyai dinding serat yang lebih tipis di bandingkan rotan manau dan termasuk dalam kualitas sedang sehingga hanya dapat digunakan untuk komponen mebel yang tidak menyangga beban dan perabot rumah tangga.

Dari pengamatan dan penelitian tiga jenis rotan tersebut dapat di ketahui bahwa masing-masing jenis rotan memiliki karakteristik yang berbeda beda,namun ada juga sedikit karakteristik yang sama.Masing-masing jenis memiliki kelebihan dan kekurangan untuk pemanfaatanya.Sehingga untuk memanfaatkan rotan-rotan tersebut harus di lihat terlebih dahulu karakteristik serta bagian bagian penyusun rotan agar dalam pemanfaatanya lebih tepat dan maksimal.

BAB V
Kesimpulan

  1. Ketiga jenis rotan yang dipelajari memiliki lapisan epidermis lebih tipis dari rotan Manau.
  2. Bagian dekat kulit mempunyai susunan ikatan pembuluh lebih padat, dinding selnya lebih tebal; diameter pembuluh metaxylem, phloem dan protoxylem lebih kecil dari bagian tengahnya.
  3. Secara keseluruhan, panjang serat dan tebal dinding serat ketiga rotan yang dipelajari lebih pendek dan lebih tipis dari rotan Manau, sehingga diduga kekuatan menahan bebannya lebih rendah.
Daftar Pustaka

Anonim. 1999. Pengembangan Pengolahan Rotan Lepas Panen di Pulau Jawa. Laporan Kerjasama Perum Perhutani dengan Puslitbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.
Bhat, K.M.N.; P.K. Thulasidas. 1993. Anatomy and Identification of South Indian Rattan (Calamus sp.). IAWA Journal, 14(1): 63-76.
Jasni; N. Supriana. 1999. The resistant of Eight Rattan Species Against the Powder Post Beetle Dinoderus minutes Farb. Proceeding of The Fourth Internasional Conference of Wood Science, Wood Technology and Forestry. Missenden Abbey. 14th – 16th Juli. Forest Products Research Centre. Bukinghamshire Chilters University College High Wycome, England. pp. 157-162.
Kalima, T.; Jasni. 2004. Study of Calamus occidentalis J.R. Witono and J.Dransf. Species Commercial Values and Possible Utilization. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity 5(2): 61-65. Jurusan Biologi FMIPA, UNS, Surakarta.
Nasa. 1989. Studi Perbandingan Beberapa Sifat Fisik, Mekanik dan Kimia antara Rotan Bubuay (Plectomia elongata Bl.) dengan Rotan Manau (Calamus manan Miq.). Thesis S-1 Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor. Tidak diterbitkan.
Pandit, I.K.; O. Rachman; L. Indrawati. 1993. Sifat Anatomi Beberapa Jenis Rotan. Teknolog 6(1): 40-49. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, IPB, Bogor.
Sass, J.E. 1961. Botanical Microtechnique. The IOWA State University Press. Iowa.
Teoh, B.W. 1978. An Exploratory Anatomical Survey of Some Malayan Rattans.PhD. Thesis University of Malaya Kuala Lumpur.
Tomlinson, P.B. 1961. Anatomy of the Monocotyledons. II. Palmae. Oxford: Clarendon Press.
Weiner, G.; W. Liese. 1990. Rattans – Stem Anatomy and Taxonomic Implications. IAWA Bulletin, International Association of Wood Anatomists 11(1): 61-70.

0 comments:

Post a Comment

Warning !! Silahkan Copy paste asal tetap mencantumkan URL/Link Blog sebagai sumbernya. Powered by Blogger.